Saturday, February 16, 2013

Mengenal Perilaku dan Kebiasaan Tikus

Oleh: Hamdan - Widyaiswara Madya


Pendahuluan

Salah satu penyebab berkurangnya produksi beras antara lain adalah masih tingginya serangan hama pada pertanaman padi. Diantara sekian banyak hama yang menyerang pertanaman padi, tikus merupakan salah satu hama penting yang selalu menimbulkan kerugian yang sangat besar di kalangan petani.

Sudah banyak kegiatan pengendalian hama tikus yang dilakukan oleh petani; bermacam cara telah dilakukan, namun masih saja hama tikus menyerang pertanaman padi dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, ada baiknya kita mengenal sifat-sifat, perilaku, dan kebiasaan tikus dalam siklus hidupnya sehingga dapat dirancang pola pengendalian yang lebih efektif dan efisien.

Tikus Sebagai Hama Penting Pertanaman Padi

Tikus merupakan hama penting yang menimbulkan kerusakan serius pada tanaman pangan, khususnya pada tanaman padi, karena serangan hama tikus hampir terjadi disetiap musim tanam. Tikus mampu merusak tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan sampai menyerang hasil di tempat penyimpanan dan dalam waktu singkat dapat menimbulkan kehilangan hasil yang tinggi.
Masih tingginya serangan hama tikus ini disebabkan oleh banyak faktor di lapangan yang harus diatasi dan juga akibat kelemahan-kelemahan yang perlu disempurnakan baik dari segi teknis dan non teknis.
Hama ini sangat sulit dikendalikan karena mereka mampu ber-kembangbiak dengan cepat dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan serta memiliki indera peraba, perasa, dan pendengaran yang baik sehingga digolongkan sebagai hewan yang cerdik. Selain itu tikus mempuyai mobilitas yang sangat tinggi dan mampu memberikan reaksi atau respon terhadap tindakan pengendalian yang dilakukan oleh manusia.
Populasi tikus menjadi sangat tinggi karena perkembangbiakannya tidak terpotong, akibat tersedianya makan yang terus menerus, meskipun sebenarnya dapat diatasi dengan teknologi Pengendalian Tikus Secara Terpadu yaitu pengendalian yang masing-masing komponennya disesuaikan dengan stadia pertumbuhan padi dan kondisi lahan yang ada. 

Aktivitas Harian

Aktivitas tikus setiap hari dalam orientasi kawasan ditempuh dalam jarak yang relatif sama dan disebut dengan jelajah harian (home range). Selama orientasi kawasan tikus mengenali situasi lingkungan makanan yang disukai, sumber air, tempat untuk istirahat dan berlindung (Brooks, 1969).
Sifat ingin tahu terhadap lingkungan sekitarnya menjadikan tikus mengenal benda-benda asing di sekitarnya termasuk umpan beracun atau alat pengendali lainnya.
Tikus hidup berkelompok dan berdomisili di kawasan yang cukup memberi perlindungan sumber makanan. Dalam kelompok terdapat ajang kekuasaan, biasanya tikus jantan yang kuat diantara jantan dewasa adalah yang sangat berkuasa. Tikus penguasa tersebut akan melindungi seluruh anggota kelompoknya pada kawasan teritorialnya. Kawasan tersebut dipertahankan oleh anggota kelompok untuk tidak dimasuki oleh pendatang.  Demikian pula tikus betina yang bunting atau yang sedang memelihara anaknya dapat bertindak sebagai pelindung sarang dan kawasan di sekitar sarang tersebut.
Selaras dengan perkembangan populasi maka areal kekuasaan akan bertambah sehingga orientasi harian semakin bertambah (Brooks,1969). Batas ruang gerak tikus sawah apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 200 meter. Tetapi bila makanan tidak cukup tersedia maka tikus akan mengembara yang dapat mencapai jarak 700 meter (Goot, 1951 dalam Rochman dan Sukarna, 1991). Bila pakan mulai sangat terbatas, pindah ketempat dimana tersedia pakan hingga, 0,7 – 1 km atau lebih, seperti ke pemukiman, gudang benih, penggilingan padi, gudang dan lain-lain. Pada musim tanam, tikus yang mampu bertahan hidup kembali ke persawahan.

Perilaku Bersarang

Tikus sawah aktif pada malam hari (nokturnal), dan pada siang hari mereka berlindung di dalam lubang atau semak.  Untuk tempat tinggal biasanya dipilih habitat yang cukup memberikan perlindungan dan aman terhadap predator, tersedia makanan, dan dekat sumber air. Lubang bagi tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan anggota kelompok. Di dalam lubang selalu disiapkan jalan keluar yang ujungnya masih tertutup dan biasanya ditumbuhi oleh rumput-rumputan. Penutupnya masih utuh, yang tebalnya berkisar antara 1-2 cm. Jalan keluar tersebut akan dibuka pada keadaan darurat.
Tikus tidak selamanya menghuni lubang, apabila kekurangan makanan atau banjir maka lubang tersebut akan ditinggalkannya.  Hal ini biasanya terjadi pada saat sawah bera dan periode pengolahan tanah sampai tanam. Tikus yang meninggalkan sarang mengembara di sekitar sawah seperti tanggul irigasi, pekarangan, sekitar gudang padi, kebun tebu, rumpun bambu, semak belukar, pekuburan, atau tegalan yang permukaan tanahnya agak tinggi (Rohman dan Sukarna, 1991); sedangkan yang terjadi di lahan pasang surut, sebagian populasi masih menghuni lubang walaupun pada masa bera, karena tikus-tikus tersebut mempunyai makanan alternatif terutama ubi kayu yang ditanam petani setiap tahun, dan pada saat air pasang maka populasi tikus banyak terdapat di pematang yang lebih tinggi dan lebar. 

Makanan

Variasi makanan bagi tikus sawah adalah padi, ubi-ubian, kacang-kacangan, berbagai jenis rumput dan teki, serangga, ketam, siput dan ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segalanya (omnivora), tikus mampu memanfaatkan makanan yang berlimpah. Oleh karena itu tikus mudah beradaptasi terhadap lingkungan, namun tikus akan bertindak selektif apabila banyak jenis makanan yang tersedia. 
Hewan ini mampu menghabiskan beras 10 gram/hari, sedangkan ubi jalar, ubi kayu, jagung pipil, kacang tanah dan ikan teri asin dapat dihabiskan oleh tikus masing-masing 23,6 gram; 20,6 gram; 8,2 gram; 7,2 gram; dan 4,0 gram. Apabila semua jenis makanan tersebut disajikan pada saat bersamaan maka beras merupakan pilihan utama (Rochman et, al., 1983). 
Di lahan pasang surut, gabah dan beras adalah jenis makanan yang paling disukai oleh tikus, walaupun demikian ubi kayu dan ubi jalar dapat berperan sebagi umpan alternatif (Thamrin, et al., 1986).  Kebutuhan pakan kering bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10 % dari bobot tubuhnya, akan tetapi jika pakan tersebut berupa pakan basah kebutuhannya bertambah kurang lebih 15 % dari bobot tubuhnya. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari serkisar 15 – 30 ml, jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah mengandung banyak air.
Dalam proses mengenali dan mengambil pakan yang ditemukan atau yang disediakan oleh manusia, tikus tidak langsung memakan seluruhnya, terlebih dahulu hanya dicicipi saja untuk merasakan reaksi yang terjadi didalam tubuhnya. Setelah beberapa saat tidak terjadi reaksi yang membahayakan tubuhnya, maka tikus akan memakan dalam jumlah yang lebih banyak, demikian seterusnya sampai pakan tersebut habis. 
Oleh karena itu, pengendalian tikus dengan umpan beracun akut (racun yang bekerja dengan cepat), perlu diawali dengan pemberian umpan yang tidak mengandung racun. Hal ini bertujuan agar tikus menjadi terbiasa dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat diberi umpan beracun akut, tikus akan memakannya dalam jumlah yang cukup banyak sampai dosis yang mematikan.
Umpan pendahuluan tersebut tidak perlu diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah racun kronis atau anti koagulan yang bekerja dengan lambat. Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya dan sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun termasuk pakannya, disebut neophobia.

Perilaku Mengerat

Daya rusak berkaitan dengan perilaku mengerat tikus sawah. Hal tersebut berdampak kerusakan tanaman padi 5 kali lipat dari kebutuhan makannya. Pada saat pesemaian, kerusakan terjadi karena benih dimakan atau dicabut. Seekor tikus sawah mampu merusak kurang lebih 283 bibit per malam (126-522 bibit berumur 2 hari). Pada stadia anakan hingga anakan maksimal, tikus merusak dengan cara memakan bagian titik tumbuh dan pangkal batang yang lunak, sedangkan bagian lain ditinggalkan. Daya rusak pada periode tersebut kurang lebih 80 batang per malam (11-176 tunas). Ketika padi bunting, tikus merusak kurang lebih 103 batang per malam (24-246 tunas).
Sedangkan pada waktu padi bermalai, daya rusak kurang lebih 12 malai per malam (1-35 malai). Dari sejumlah malai yang dipotongnya, tikus hanya mengkonsumsi beberapa bulir gabah dan selebihnya dibiarkan berserakan.

Perilaku Sosial, Kompetisi dan Dominasi

Pada kepadatan populasi yang tinggi, jantan yang kalah dalam kompetisi, akan keluar mencari wilayah itu dan membentuk kelompok baru. Perilaku tersebut menyebabkan penyebaran populasi yang merata sehingga tikus sawah mampu mengokupasi wilayah yang luas.
Akan terjadi kompetisi, kompetisi dan dominasi spesies tikus jika populasi bertambah banyak. Jenis tikus yang menghuni lahan sawah irigasi terdiri atas tikus sawah (98,6 %), tikus wirok (1,0 %) dan tikus rumah (0,4 %). Dominasi tikus sawah menunjukkan bahwa spesies tersebut paling sukses beradaptasi dan menjadi ancaman utama pada lingkungan tersebut. Kompetisi antara ketiga jenis tikus tersebut relatif kecil akibat terjadinya pembagian ruang dan waktu. Sedangkan kompetisi antar sesama tikus sawah terjadi akibat persamaan sumberdaya yang diekploitasi, terutama pakan dan tempat bersarang (betina). Kanibalisme terjadi pada saat kelangkaan pangan yang parah, tikus yang kuat memakan tikus yang lemah. Induk betina juga mema-kan tikus yang cacat, atau yang mati sejak dalam kandungan.

Indera Tikus

Seperti hewan lainnya, tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupan. Diantara kelima inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera lainnya yang berkembang sangat baik.
Tikus memiliki keterampilan dalam segi kelincahan bergerak, mencari makan dan pasangan, serta perlindungan untuk melepaskan diri dari bahaya musuh lainnya. Keterampilan tersebut dimungkinkan oleh adanya indera yang sangat terlatih, yaitu alat penciuman, peraba, pendengaran dan perasa/pengecap (Brooks dan Rowe,1979).
Tikus sawah buta warna, tapi pengelihatannya sangat peka terhadap cahaya, hingga mampu mengenali bentuk benda dalam kegelapan malam hingga jarak 10-15 meter.  Dalam kegelapan total, mobilitasnya dibantu indera penciuman, peraba dan perasa. Dalam keadaan terang tikus juga tidak dapat melihat dengan baik.
Tikus mampu mendengar suara yang dapat didengar manusia yaitu frekuensi 20 Hz-20 KHz dan mendengar suara yang tidak dapat didengar manusia (ultra sonik) pada frekuensi diatas 20 KHz.  Suara oleh tikus digunakan sebagai salah satu media komunikasi antar sesamanya. Misal suara tikus berkelahi, berbeda dengan tikus kawin atau tertangkap oleh predator.
Indera penciuman tikus sangatlah baik. Dengan menggerakkan kepala turun-naik dan mengendus, tikus sawah mampu mengenali pakan, sesama tikus, dan predator. Ketajaman penciuman digunakan untuk mendeteksi jejak pergerakan tikus kelompoknya, sehingga tikus mampu mengetahui batas-batas teritorialnya. Tikus dapat menditeksi bekas jejak tikus lain, bau badan, air seni kotoran yang tertinggal dengan indra penciuman, juga merupakan alat komunikasi antara sesama tikus.
Indera perasa tikus mampu memilah pakan yang aman dan menolak pakan yang tidak disukainya. Tikus sawah mampu mendekteksi air minum yang diberi 3 ppm phenylthiocarbamide, suatu senyawa racun yang berasa pahit di lidah manusia sehingga tikus dapat jera terhadap umpan beracun.
Indera peraba berupa vibrissae dan kumis (misai), sangat membantu aktivitas tikus pada malam hari. Deteksi dilakukan dengan cara menyentuhkan sensor peraba, dengan cara itu tikus dapat menentukan arah dan mengetahui ada/tidaknya rintangan.  Apa bila aman, tikus akan bergerak antar objek melalui jalan khusus yang selalu diulang. Selama perjalanan indra peraba ini selalu bersentuhan dengan benda-benda disekitar tubuhnya dan biasanya selalu menyentuh benda yang tegak lurus.
                                    
Penutup

Dengan mengenal perilaku dan kebiasaan-kebiasaan tikus, kita dapat menentukan cara pengendalian hama tikus yang menyerang pertanaman padi, baik pengendalian secara langsung kepada populasi tikus itu sendiri maupun dengan memanipulasi lingkungan yang menguntungkan dalam siklus kehidupannya.

Bahan Bacaan

Brooks, J.E. 1969. Behavior of the Noray Rat and Its Significance in Control Programs. Natl. Pest Control Assoc. Tech. Realease, 22-69 : 12p.
Brooks, J.E. and F.P. Rowe. 1979. Commersial Rodent Control. W.H.O/VBC/79.726: 109p.

Rochman dan D. Sukarna. 1991. Pengendalian Hama Tikus. Dalam Soenarjo, E., D.S. Damardjati dan M. Syam (ed.). Padi. Puslitbangtan. Bogor. pp. 751-776.

Rochman dan D. Sukarna dan Suwalan 1983. Jenis dan Penempatan Umpan Tikus di Sawah. Penelitian Pertanian 3 (2): 74-76.

Thamrin, M., B. P. Gabriel dan Sudardjijo. 1986. Preferensi Jenis dan Letak Tempat Umpan Tikus di Lahan Pasang Surut. Pemberitaan Penelitian Banjarbaru.
 

2 comments: