Oleh: Hamdan - Widyaiswara Madya
Pendahuluan
Salah
satu penyebab berkurangnya produksi beras antara lain adalah masih tingginya
serangan hama pada pertanaman padi. Diantara sekian banyak hama yang menyerang
pertanaman padi, tikus merupakan salah satu hama penting yang selalu
menimbulkan kerugian yang sangat besar di kalangan petani.
Sudah banyak kegiatan pengendalian hama tikus yang dilakukan oleh petani; bermacam cara telah dilakukan, namun masih saja hama tikus menyerang pertanaman padi dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, ada baiknya kita mengenal sifat-sifat, perilaku, dan kebiasaan tikus dalam siklus hidupnya sehingga dapat dirancang pola pengendalian yang lebih efektif dan efisien.
Tikus Sebagai Hama Penting Pertanaman Padi
Tikus merupakan hama penting yang menimbulkan
kerusakan serius pada tanaman pangan, khususnya pada tanaman padi, karena serangan
hama tikus hampir terjadi disetiap musim tanam. Tikus mampu merusak tanaman
padi pada berbagai stadia pertumbuhan sampai menyerang hasil di tempat
penyimpanan dan dalam waktu singkat dapat menimbulkan kehilangan hasil yang
tinggi.
Masih
tingginya serangan hama tikus ini disebabkan oleh banyak faktor di lapangan
yang harus diatasi dan juga akibat kelemahan-kelemahan yang perlu disempurnakan
baik dari segi teknis dan non teknis.
Hama ini sangat sulit dikendalikan karena
mereka mampu ber-kembangbiak dengan cepat dan mempunyai daya adaptasi tinggi
terhadap lingkungan serta memiliki indera peraba, perasa, dan pendengaran yang
baik sehingga digolongkan sebagai hewan yang cerdik. Selain itu tikus mempuyai
mobilitas yang sangat tinggi dan mampu memberikan reaksi atau respon terhadap
tindakan pengendalian yang dilakukan oleh manusia.
Populasi tikus menjadi sangat tinggi karena
perkembangbiakannya tidak terpotong, akibat tersedianya makan yang terus
menerus, meskipun sebenarnya dapat diatasi dengan teknologi Pengendalian Tikus Secara
Terpadu yaitu pengendalian yang masing-masing komponennya disesuaikan dengan
stadia pertumbuhan padi dan kondisi lahan yang ada.
Aktivitas Harian
Aktivitas tikus setiap hari dalam orientasi
kawasan ditempuh dalam jarak yang relatif sama dan disebut dengan jelajah
harian (home range). Selama orientasi
kawasan tikus mengenali situasi lingkungan makanan yang disukai, sumber air,
tempat untuk istirahat dan berlindung (Brooks, 1969).
Sifat ingin tahu terhadap lingkungan
sekitarnya menjadikan tikus mengenal benda-benda asing di sekitarnya termasuk
umpan beracun atau alat pengendali lainnya.
Tikus hidup berkelompok dan berdomisili di
kawasan yang cukup memberi perlindungan sumber makanan. Dalam kelompok terdapat
ajang kekuasaan, biasanya tikus jantan yang kuat diantara jantan dewasa adalah
yang sangat berkuasa. Tikus penguasa tersebut akan melindungi seluruh anggota
kelompoknya pada kawasan teritorialnya. Kawasan tersebut dipertahankan oleh
anggota kelompok untuk tidak dimasuki oleh pendatang. Demikian pula tikus betina yang bunting atau
yang sedang memelihara anaknya dapat bertindak sebagai pelindung sarang dan
kawasan di sekitar sarang tersebut.
Selaras dengan perkembangan populasi maka
areal kekuasaan akan bertambah sehingga orientasi harian semakin bertambah (Brooks,1969).
Batas ruang gerak tikus sawah apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya
tidak lebih dari 200 meter. Tetapi bila makanan tidak cukup tersedia maka tikus
akan mengembara yang dapat mencapai jarak 700 meter (Goot, 1951 dalam Rochman dan Sukarna, 1991). Bila pakan mulai sangat terbatas, pindah ketempat dimana tersedia
pakan hingga, 0,7 – 1 km atau lebih, seperti ke pemukiman, gudang benih,
penggilingan padi, gudang dan lain-lain. Pada musim tanam, tikus yang mampu
bertahan hidup kembali ke persawahan.
Perilaku Bersarang
Tikus sawah aktif pada malam hari (nokturnal),
dan pada siang hari mereka berlindung di dalam lubang atau semak. Untuk tempat tinggal biasanya dipilih habitat
yang cukup memberikan perlindungan dan aman terhadap predator, tersedia makanan,
dan dekat sumber air. Lubang bagi tikus berfungsi sebagai tempat berlindung,
memelihara anak dan anggota kelompok. Di dalam lubang selalu disiapkan jalan
keluar yang ujungnya masih tertutup dan biasanya ditumbuhi oleh
rumput-rumputan. Penutupnya masih utuh, yang tebalnya berkisar antara 1-2 cm. Jalan
keluar tersebut akan dibuka pada keadaan darurat.
Tikus tidak selamanya menghuni lubang, apabila
kekurangan makanan atau banjir maka lubang tersebut akan ditinggalkannya. Hal ini biasanya terjadi pada saat sawah bera
dan periode pengolahan tanah sampai tanam. Tikus yang meninggalkan sarang
mengembara di sekitar sawah seperti tanggul irigasi, pekarangan, sekitar gudang
padi, kebun tebu, rumpun bambu, semak belukar, pekuburan, atau tegalan yang
permukaan tanahnya agak tinggi (Rohman dan Sukarna, 1991); sedangkan yang
terjadi di lahan pasang surut, sebagian populasi masih menghuni lubang walaupun
pada masa bera, karena tikus-tikus tersebut mempunyai makanan alternatif
terutama ubi kayu yang ditanam petani setiap tahun, dan pada saat air pasang maka
populasi tikus banyak terdapat di pematang yang lebih tinggi dan lebar.
Makanan
Variasi makanan bagi tikus sawah adalah padi, ubi-ubian,
kacang-kacangan, berbagai jenis rumput dan teki, serangga, ketam, siput dan
ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segalanya (omnivora), tikus mampu memanfaatkan makanan yang berlimpah. Oleh
karena itu tikus mudah beradaptasi terhadap lingkungan, namun tikus akan bertindak
selektif apabila banyak jenis makanan yang tersedia.
Hewan ini mampu menghabiskan beras 10 gram/hari,
sedangkan ubi jalar, ubi kayu, jagung pipil, kacang tanah dan ikan teri asin
dapat dihabiskan oleh tikus masing-masing 23,6 gram; 20,6 gram; 8,2 gram; 7,2 gram;
dan 4,0 gram. Apabila semua jenis makanan tersebut disajikan pada saat bersamaan
maka beras merupakan pilihan utama (Rochman et,
al., 1983).
Di lahan pasang surut, gabah dan beras adalah
jenis makanan yang paling disukai oleh tikus, walaupun demikian ubi kayu dan
ubi jalar dapat berperan sebagi umpan alternatif (Thamrin, et al., 1986). Kebutuhan
pakan kering bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10 % dari bobot
tubuhnya, akan tetapi jika pakan tersebut berupa pakan basah kebutuhannya
bertambah kurang lebih 15 % dari bobot tubuhnya. Kebutuhan minum seekor tikus
setiap hari serkisar 15 – 30 ml, jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang
dikonsumsi sudah mengandung banyak air.
Dalam proses mengenali dan mengambil pakan
yang ditemukan atau yang disediakan oleh manusia, tikus tidak langsung memakan
seluruhnya, terlebih dahulu hanya dicicipi saja untuk merasakan reaksi yang
terjadi didalam tubuhnya. Setelah beberapa saat tidak terjadi reaksi yang
membahayakan tubuhnya, maka tikus akan memakan dalam jumlah yang lebih banyak,
demikian seterusnya sampai pakan tersebut habis.
Oleh karena itu, pengendalian tikus dengan
umpan beracun akut (racun yang bekerja dengan cepat), perlu diawali dengan
pemberian umpan yang tidak mengandung racun. Hal ini bertujuan agar tikus
menjadi terbiasa dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat diberi umpan
beracun akut, tikus akan memakannya dalam jumlah yang cukup banyak sampai dosis
yang mematikan.
Umpan pendahuluan tersebut tidak perlu
diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah racun kronis atau anti koagulan
yang bekerja dengan lambat. Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda
yang ditemuinya dan sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun termasuk
pakannya, disebut neophobia.
Perilaku Mengerat
Daya rusak berkaitan
dengan perilaku mengerat tikus sawah. Hal tersebut berdampak kerusakan tanaman
padi 5 kali lipat dari kebutuhan makannya. Pada saat pesemaian, kerusakan
terjadi karena benih dimakan atau dicabut. Seekor tikus sawah mampu merusak kurang
lebih 283 bibit per malam (126-522 bibit berumur 2 hari). Pada stadia anakan
hingga anakan maksimal, tikus merusak dengan cara memakan bagian titik tumbuh
dan pangkal batang yang lunak, sedangkan bagian lain ditinggalkan. Daya rusak
pada periode tersebut kurang lebih 80 batang per malam (11-176 tunas). Ketika
padi bunting, tikus merusak kurang lebih 103 batang per malam (24-246 tunas).
Sedangkan pada waktu padi
bermalai, daya rusak kurang lebih 12 malai per malam (1-35 malai). Dari
sejumlah malai yang dipotongnya, tikus hanya mengkonsumsi beberapa bulir gabah
dan selebihnya dibiarkan berserakan.
Perilaku Sosial,
Kompetisi dan Dominasi
Pada kepadatan populasi
yang tinggi, jantan yang kalah dalam kompetisi, akan keluar mencari wilayah itu
dan membentuk kelompok baru. Perilaku tersebut menyebabkan penyebaran populasi
yang merata sehingga tikus sawah mampu mengokupasi wilayah yang luas.
Akan terjadi kompetisi,
kompetisi dan dominasi spesies tikus jika populasi bertambah banyak. Jenis
tikus yang menghuni lahan sawah irigasi terdiri atas tikus sawah (98,6 %),
tikus wirok (1,0 %) dan tikus rumah (0,4 %). Dominasi tikus sawah menunjukkan
bahwa spesies tersebut paling sukses beradaptasi dan menjadi ancaman utama pada
lingkungan tersebut. Kompetisi antara ketiga jenis tikus tersebut relatif kecil
akibat terjadinya pembagian ruang dan waktu. Sedangkan kompetisi antar sesama
tikus sawah terjadi akibat persamaan sumberdaya yang diekploitasi, terutama
pakan dan tempat bersarang (betina). Kanibalisme terjadi pada saat kelangkaan
pangan yang parah, tikus yang kuat memakan tikus yang lemah. Induk betina juga
mema-kan tikus yang cacat, atau yang mati sejak dalam kandungan.
Indera Tikus
Seperti hewan lainnya, tikus memiliki
kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupan. Diantara
kelima inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi
kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera lainnya yang berkembang sangat
baik.
Tikus memiliki keterampilan dalam segi
kelincahan bergerak, mencari makan dan pasangan, serta perlindungan untuk
melepaskan diri dari bahaya musuh lainnya. Keterampilan tersebut dimungkinkan
oleh adanya indera yang sangat terlatih, yaitu alat penciuman, peraba,
pendengaran dan perasa/pengecap (Brooks dan Rowe,1979).
Tikus sawah buta warna,
tapi pengelihatannya sangat peka terhadap cahaya, hingga mampu mengenali bentuk
benda dalam kegelapan malam hingga jarak 10-15 meter. Dalam kegelapan total, mobilitasnya dibantu
indera penciuman, peraba dan perasa. Dalam keadaan terang tikus juga tidak
dapat melihat dengan baik.
Tikus mampu mendengar
suara yang dapat didengar manusia yaitu frekuensi 20 Hz-20 KHz dan mendengar
suara yang tidak dapat didengar manusia (ultra sonik) pada frekuensi diatas 20
KHz. Suara oleh tikus digunakan sebagai
salah satu media komunikasi antar sesamanya. Misal suara tikus berkelahi, berbeda
dengan tikus kawin atau tertangkap oleh predator.
Indera penciuman tikus sangatlah baik. Dengan menggerakkan kepala
turun-naik dan mengendus, tikus sawah mampu mengenali pakan, sesama tikus, dan
predator. Ketajaman penciuman digunakan untuk mendeteksi jejak pergerakan tikus
kelompoknya, sehingga tikus mampu mengetahui batas-batas teritorialnya. Tikus
dapat menditeksi bekas jejak tikus lain, bau badan, air seni kotoran yang
tertinggal dengan indra penciuman, juga merupakan alat komunikasi antara sesama
tikus.
Indera perasa tikus mampu memilah pakan yang aman dan menolak pakan yang
tidak disukainya. Tikus sawah mampu mendekteksi air minum yang diberi 3 ppm
phenylthiocarbamide, suatu senyawa racun yang berasa pahit di lidah manusia sehingga
tikus dapat jera terhadap umpan beracun.
Indera peraba berupa vibrissae dan kumis (misai), sangat
membantu aktivitas tikus pada malam hari. Deteksi dilakukan dengan cara
menyentuhkan sensor peraba, dengan cara itu tikus dapat menentukan arah dan
mengetahui ada/tidaknya rintangan. Apa
bila aman, tikus akan bergerak antar objek melalui jalan khusus yang selalu
diulang. Selama perjalanan indra peraba ini selalu bersentuhan dengan
benda-benda disekitar tubuhnya dan biasanya selalu menyentuh benda yang tegak
lurus.
Penutup
Dengan mengenal perilaku dan kebiasaan-kebiasaan
tikus, kita dapat menentukan cara pengendalian hama tikus yang menyerang
pertanaman padi, baik pengendalian secara langsung kepada populasi tikus itu
sendiri maupun dengan memanipulasi lingkungan yang menguntungkan dalam siklus
kehidupannya.
Bahan Bacaan
Brooks, J.E.
1969. Behavior of the Noray Rat and Its Significance in Control Programs. Natl.
Pest Control Assoc. Tech. Realease, 22-69 : 12p.
Brooks, J.E.
and F.P. Rowe. 1979. Commersial Rodent Control. W.H.O/VBC/79.726: 109p.
Rochman
dan D. Sukarna. 1991. Pengendalian Hama Tikus. Dalam Soenarjo, E., D.S. Damardjati dan M. Syam (ed.). Padi. Puslitbangtan.
Bogor. pp. 751-776.
Rochman
dan D. Sukarna dan Suwalan 1983. Jenis dan Penempatan Umpan Tikus di Sawah.
Penelitian Pertanian 3 (2): 74-76.
Thamrin,
M., B. P. Gabriel dan Sudardjijo. 1986. Preferensi Jenis dan Letak Tempat Umpan
Tikus di Lahan Pasang Surut. Pemberitaan Penelitian Banjarbaru.
Sangat membantu infonya bos, trimakasih
ReplyDeleteOk shiiipp"
ReplyDeleteMatursuwon......
Thank You and I have a dandy offer: What To Expect When Renovating A House house renos
ReplyDelete