Saturday, February 2, 2013

Multimedia Pembelajaran Interaktif

Oleh: Hamdan - Widyaiswara Madya


Pengertian
 Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan lain-lain.
Sedangkan pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana peserta itu belajar. Belajar dalam pengertian aktivitas mental peserta dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang menjadi penting dalam aktivitas belajar adalah lingkungan. Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan menata unsur-unsurnya sehingga dapat mengubah perilaku peserta. Dari uraian diatas, apabila kedua konsep tersebut kita gabungkan maka multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang pilihan, perasaan, perhatian dan kemauan peserta sehingga secara sengaja proses belajar itu terjadi, bertujuan dan terkendali.

Manfaat Multimedia Dalam Pembelajaran
 
Apabila multimedia pembelajaran dipilih, dikembangkan dan digunakan secara tepat dan baik, akan memberi manfaat yang sangat besar bagi para widyaiswara/ fasilitator dan peserta. Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar peserta dapat ditingkatkan dan proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta sikap belajar peserta dapat ditingkatkan. Manfaat diatas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari sebuah multimedia pembelajaran, yaitu: 
  1. Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron dan lain-lain
  2. Memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan di ruangan, seperti gajah, rumah, gunung, dan lain-lain
  3. Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, bekerjanya suatu mesin, beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga dan lain-lain
  4. Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dan lain-lain
  5. Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dan lain-lain
  6. Meningkatkan daya tarik dan perhatian peserta pelatihan.
Karakteristik Media Dalam Multimedia Pembelajaran
 
Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran, pemilihan dan penggunaan multimedia pembelajaran harus memperhatikan karakteristik komponen lain, seperti tujuan, materi, strategi dan juga evaluasi pembelajaran. Karakteristik multimedia pembelajaran adalah sebagai berikut:
  1. Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
  2. Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respon pengguna.
  3. Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.

Dampak Multimedia Pembelajaran Interaktif
 
Tidak dapat disangkal bahwa terpaan teknologi berupa perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware) sudah semakin menyatu dengan kehidupan manusia modern. Dalam bidang pembelajaran, kehadiran media pembelajaran misalnya sudah dirasakan banyak membantu tugas widyaiswara/fasilitator dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam era teknologi dan informasi ini, pemanfaatan kecanggihan teknologi untuk kepentingan pembelajaran sudah bukan merupakan hal yang baru lagi. Salah satu media pembelajaran baru yang akhir-akhir ini semakin menggeserkan peranan widyaiswara/fasilitator adalah teknologi multimedia yang tersedia melalui perangkat komputer.
Dengan teknologi ini, kita bisa belajar apa saja, kapan saja dan di mana saja. Di Indonesia, meskipun teknologi ini belum digunakan secara luas namun cepat atau lambat teknologi ini akan diserap juga ke dalam sistem pembelajaran di pelatihan. Dalam tulisan ini akan dikemukakan beberapa persoalan yang muncul sebagai akibat dari diterapkannya teknologi ini dalam latar pendidikan.
Pertama, berkaitan dengan orientasi filosofis. Ada dua masalah orientasi filosofis yang muncul akibat penerapan teknologi multimedia ini yakni masalah yang berasal dari pandangan kaum objektivis dan yang berasal dari pandangan kaum konstruktivis. Kaum objektivis menilai desain multimedia sebagai sesuatu yang sangat riil yang dapat membantu proses pembelajaran peserta menuju kepada tujuan yang diharapkan (Jonassen, 1991). Materi yang berwujud pengetahuan atau ketrampilan yang hendak dicapai oleh peserta harus dirancang secara jadi oleh para pengembang instruksional dan dikemas dalam teknologi multimedia ini.
Sebaliknya kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan hendaklah dibentuk oleh peserta sendiri berdasarkan penafsirannya terhadap pengalaman dan gejala hidup yang dialami (Merril, 1991). Belajar adalah suatu interpretasi personal terhadap pengalaman dan kenyataan hidup yang dialami. Berdasarkan pandangan ini maka belajar bersifat aktif, kolaboratif dan terkondisi dalam konteks dunia yang riil.
Kedua, berhubungan dengan lingkungan belajar. Lingkungan belajar multimedia interaktif dapat dikategorikan dalam tiga jenis yakni lingkungan belajar preskriptif, demokratis dan sibernetik (Schwier, 1993). Masing-masing lingkungan belajar memiliki orientasi dan kekhasan sendiri-sendiri. Lingkungan preskriptif menekankan bahwa prestasi belajar merupakan pencapaian dari tujuan belajar yang ditetapkan secara eksternal. Interaksi belajar terjadi antara peserta dengan bahan-bahan belajar yang sudah tersedia dan belajar merupakan suatu kegiatan yang bersifat prosedural. Lingkungan belajar demokratis menekankan kontrol proaktif peserta atas proses belajarnya sendiri, yang mencakup penetapan tujuan belajar sendiri, kontrol peserta terhadap urutan-urutan pembelajaran, hakekat pengalaman dan kedalaman materi belajar yang dicarinya. Sedangkan lingkungan belajar sibernetik menekankan saling ketergantungan antara sistem belajar dan peserta.
Ketiga, berhubungan dengan desain instruksional. Pada umumnya, desain pembelajaran multimedia dibuat berdasarkan besar kecilnya pengendalian dari peserta itu sendiri atas pembelajarannya. Sebagian besar peneliti mengatakan bahwa peserta bisa diberdayakan melalui kontrol yang lebih besar atas belajarnya tetapi peserta bisa juga dihambat melalui kontrol atas belajarnya. Dalam lingkungan yang demokratis dan sibernetik, kegiatan pembelajaran multimedia bervariasi dan tersedia untuk peserta pada saat kapan saja dan dalam berbagai bentuk sehingga bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang ditetapkannya sendiri. Dalam lingkungan belajar preskriptif, kontrol eksternal nampaknya dipaksakan selama tahap awal belajar dan semakin berkurang ketika sudah terlihat kemajuan yang berarti dalam diri peserta berupa perubahan perilaku ke arah yang diharapkan.
Keempat, berkaitan dengan umpan balik. Sifat dari umpan balik dalam pembelajaran multimedia sangat bervariasi tergantung pada lingkungan dimana multimedia itu digunakan. Dalam lingkungan belajar preskriptif, umpan balik sering mengambil bentuk koreksi dan deteksi terhadap kesalahan yang dibuat. Dalam lingkungan belajar demokratis, umpan balik sering mengambil bentuk nasehat atau anjuran, yakni sekedar pemberitahuan kepada peserta tentang akibat-akibat yang muncul dari suatu pilihan tertentu atau juga berisi rekomendasi. Dalam lingkungan belajar sibernetik, umpan balik merupakan suatu negosiasi atau perundingan. Peserta menetapkan arah atau petunjuk sendiri dan membuat pilihannya sendiri dan sistem belajar akan berusaha mempelajari pola-pola yang muncul sehubungan dengan kebutuhannya itu dan memberikan respon terhadap peserta dengan menyediakan tantangan-tantangan baru.
Kelima, sifat sosial dari jenis pembelajaran ini. Banyak kritik telah dilontarkan terhadap pembelajaran multimedia sebagai pembelajaran yang bersifat isolatif sehingga bertentangan dengan tujuan sosial dari sekolah. Peserta seolah-olah dikondisikan untuk menjadi individualis-individualis dan kontak sosial dengan teman-teman menjadi sesuatu yang asing. Itulah beberapa masalah yang perlu diantisipasi bila suatu saat nanti diputuskan untuk menggunakan tekonologi multimedia dalam kegiatan pembelajarannya. Apapun teknologi yang akan dipergunakan hendaknya memperhatikan aspek-aspek tujuan pendidikan yang lebih luas seperti aspek psikologis, sosial, moral, di samping aspek kognitif-intelektualnya.
Salah satu usaha yang dikembangkan untuk mengantisipasi sejumlah potensi masalah diatas maka akhir-akhir ini perhatian kita semua mulai diarahkan kepada belajar kooperatif dalam pembelajaran multimedia (Klien & Pridemore, 1992). Hooper (1992) memperluas pendekatan belajar kooperatif ini dalam lingkungan belajar yang berbasis komputer.
Ia mengemukakan beberapa keuntungan dan penerapan belajar kooperatif dalam pembelajaran multimedia antara lain : 1) adanya ketergantungan dan tanggung jawab dari setiap anggota kelompok. 2) Adanya interaksi yang promotif di mana usaha seorang individu akan mendukung usaha anggota kelompok lainnya. 3) Kesempatan latihan untuk bekerjasama. 4) Pengembangan dan pemeliharaan kelompok. Proses kelompok yang terjadi di dalam lingkungan belajar ini bisa mendorong anggota kelompok untuk merefleksikan efektif atau tidaknya strategi yang digunakan.

Peningkatan Kualitas Pembelajaran
 
Perbaikan kualitas pelatihan diarahkan pada peningkatan kualitas proses pembelajaran, pengadaan buku paket (modul) dan buku bacaan atau buku referensi, serta alat-alat pembelajaran. Peningkatan kualitas proses pembelajaran dilakukan melalui in-service training/widyaiswara/fasilitator yang sasarannya adalah meningkatkan penguasaan landasan kependidikan, materi pembelajaran (subject matter), metode dan strategi pembelajaran, pembuatan dan penggunaan alat pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.
Widyaiswara/fasilitator memegang peran penting dan strategis dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran sebagai suatu aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta berkaitan langsung dengan aktivitas widyaiswara, baik didalam maupun diluar kelas. Sebagai suatu sistem kegiatan, proses pembelajaran selalu melibatkan widyaiswara. Keterlibatan widyaiswara tersebut mulai dari pemilihan dan pengurutan materi pembelajaran, penerapan dan penggunaan metode pembelajaran, penyampaian materi pembelajaran, pembimbingan belajar, sampai pada kegiatan pengevaluasian hasil belajar.
Berkaitan dengan peran tersebut, suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara baik jika dilaksanakan oleh widyaiswara yang memiliki kualitas kompetensi akademik dan profesional yang tinggi atau memadai. Oleh karena itu, peningkatan mutu pelatihan diupayakan melalui pengutamaan peningkatan mutu widyaiswara. Selengkap dan secanggih apa pun prasarana dan sarana pendidikan, tanpa didukung oleh mutu widyaiswara yang baik, prasarana dan sarana tersebut tidak memiliki arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu pelatihan.

1 comment:

  1. Permisi
    Bagus tingkatkan tersus, kunjungi http://pcahyono.blogspot.com/2013_08_01_archive.html

    ReplyDelete