Saturday, February 2, 2013

Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Meningkatkan Kompetensi Widyaiswara

Oleh: Hamdan - Widyaiswara Madya

Pendahuluan

Pertemuan Pengembangan Situs Web dan Database Widyaiswara Pertanian yang diselenggarakan di kota Denpasar, Bali pada tanggal 19 – 22 September 2012 yang lalu oleh Pusat Pelatihan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian mengusung tema Pengembangan Teknologi Informasi Untuk Peningkatan Kualitas Diklat.

Tema yang diusung ini sangat krusial, dan – tentu saja – aktual dan faktual; karena masih banyak yang belum memahami sepenuhnya apa dan bagaimana sesungguhnya teknologi informasi ini, terutama dalam penyelenggaraan diklat.
Untuk itulah penulis berusaha mengangkat tema pertemuan tersebut dalam sebuah artikel dengan judul seperti diatas. Tulisan ini lebih banyak menyoroti komponen-komponen penting dalam suatu program penyelenggaraan diklat, khususnya mengenai kompetensi widyaiswara dalam pembuatan dan penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Kata kuncinya terletak pada teknologi informasi dan kualitas diklat. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah : (1) Apa sesungguhnya teknologi informasi itu?; (2) Mengapa teknologi informasi dibutuhkan dalam penyelenggaraan diklat?; (3) Bagaimana kondisi lembaga diklat?; dan (4) Bagaimana fungsi dan perannya dalam meningkatkan kualitas diklat?

Teknologi Informasi

Teknologi Informasi (TI) atau dalam bahasa Inggrisnya Information Technology (IT) secara umum didefinisikan sebagai mentransfer area teknologi dari sistem informasi, hal ini termasuk hardware, database, jaringan, dan sumber daya lainnya yang merupakan subsistem dari sebuah sistem informasi. Beberapa ahli memberikan definisi terhadap teknologi informasi sebagai berikut :
  1. Menurut Haag dan Keen (1996), teknologi Informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. 
  2. Martin (1999) mengatakan bahwa teknologi Informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras, perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. 
  3. Turban et al., (2002) mendefinisikan teknologi informasi sebagai cara untuk mendeskripsikan sejumlah sistem informasi, pengguna, dan manajemen untuk kepentingan organisasi. 
  4. Teknologi Informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams dan Sawyer 2003).
Dengan demikian, teknologi informasi dipahami sebagai keterpaduan antara hardware, software, dan brainware. Hardware dimaksudkan sebagai perangkat komputer beserta multimedia penunjang lainnya (LCD Projector, Printer, Camera Digital, Scanner, dan pendukung lainnya). Software adalah sistem operasi, program aplikasi dan jaringannya (internet, LAN, program multimedia, homepage) berikut bahan-bahan lainnya. Brainware merupakan sumber daya manusia yang mengoperasikan hardware dan software. Dalam dunia pelatihan/diklat, melalui sumberdaya manusia teknologi informasi dapat didayagunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat; yaitu pengelolaan diklat di lembaga-lembaga diklat, dan kegiatan belajar mengajar baik oleh widyaiswara maupun peserta diklat di lembaga diklat dalam rangka meningkatkan mutu pengelolaan diklat, sekaligus dalam upaya meningkatkan mutu hasil berlatih.
Teknologi informasi memberikan akses yang bersifat langsung kepada para penggunanya terhadap berbagai tipe informasi, artinya teknologi informasi mengintegrasikan berbagai media dan karakter. Informasi yang semula hanya bersifat statis berganti dengan informasi yang disertai suara dan objek-objek bergerak. Teknologi informasi mengkombinasikan teks, objek, dan suara, yang memungkinkan untuk menghadirkan objek tiga dimensi dan menghasilkan satu ide yang sama dari tiga aspek ini.
Teknologi informasi berbeda dari sumber-sumber informasi lainnya, misalnya buku yang berkaitan dengan struktur, sehingga pengguna teknologi informasi dapat menemukan dan menjalankan informasi melalui berbagai cara, yang strukturnya tergantung pada hubungan atau link antara bagian-bagian informasi itu sendiri. Sehingga secara umum dapat dikatakan, terdapat dua tipe sistem informasi yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan diklat, yaitu sistem tidak terstruktur seperti internet dan sistem terstruktur misalnya CD-ROMs (Hepp K. et al., 2004).
Internet merupakan sebuah contoh dari sistem yang sangat terbuka yang dicirikan dengan tidak adanya kendali tertentu. Hal ini dapat diterapkan dan didefinisikan dalam sasaran pembelajaran.

Manfaat Teknologi Informasi

Bagi seorang widyaiswara, teknologi informasi - khususnya internet – sangat bermanfaat untuk Pengembangan Profesional Widyaiswara, yang antara lain adalah dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan widyaiswara; berbagi sumber informasi diantara rekan sejawat; bekerjasama dengan para widyaiswara dari berbagai lembaga diklat; berpeluang memiliki kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan secara langsung tentang gagasan, pemikiran, maupun karya tulis ilmiahnya; mengatur dan mengelola komunikasi secara teratur; berpatisipasi secara aktif dalam forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun internasional; sebagai sumber bahan mengajar, yaitu dengan mengakses rencana belajar mengajar dan mendalami serta menggunakan metodologi baru; serta mengakses sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan bahan baku dan bahan jadi yang cocok untuk berbagai mata diklat yang akan diampu.
Sedangkan bagi peserta diklat, teknologi informasi memberikan manfaat dalam hal peserta diklat dapat belajar sendiri secara cepat, yaitu dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara belajar untuk berinteraksi; mengembangkan kemampuan di bidang penelitian dan pengkajian; serta untuk memperkaya diri, yaitu meningkatkan komunikasi dengan siswa lain dan meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada diseluruh dunia.
Selain itu, keuntungan yang sangat potensial dari internet adalah untuk para administrator dan kepentingan lembaga diklat yaitu untuk memudahkan pengoleksian semua lembaran data yang berkaitan dengan penyelenggaraan diklat yang dapat langsung terkirim ke tujuannya, baik ditujukan kepada perorangan maupun ke masyarakat luas. Para widyaiswara, dapat mengunduh ([I]download[/I]) informasi dan berita terkini yang bisa digunakan sebagai tambahan bahan ajar pada waktu yang sama. Semua widyaiswara dimungkinkan dapat menggunakan internet baik untuk keperluan pengembangan pribadinya maupun secara profesional dengan bekerja sama dalam wilayah regional maupun global di seluruh dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada 5 potensi utama pengadopsian teknologi informasi dalam penyelenggaraan diklat, yaitu memperluas akses; mempromosikan efisiensi; meningkatkan kualitas pembelajaran; meningkatkan kualitas pengajaran; dan memperbaiki sistem manajemen pada lembaga diklat itu sendiri.

Hambatan Dalam Penggunaan Teknologi Informasi

Hambatan yang terjadi dalam pengembangan teknologi informasi bagi widyaiswra secara umum dapat dibedakan menjadi 2 komponen penting.
Pertama, faktor-faktor internal pada diri widyaiswara. Perubahan global dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi, terutama yang berhubungan dengan sistem diklat di lembaga-lembaga penyelenggara diklat menuntut adanya perubahan sikap dan paradigma dari para widyaiswara dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya.
Berpulang kepada widyaiswara itu sendiri, pada era sebelum ini ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa widyaiswara adalah orang yang paling mengetahui, yang kemudian – berkembang – menjadi widyaiswara yang lebih dulu mengetahui atau pengetahuan widyaiswara hanya beda semalam dibandingkan dengan peserta diklat. Namun sekarang bukan saja pengetahuan widyaiswara sama dengan peserta diklat, bahkan peserta diklat dapat saja lebih dulu mengetahui daripada widyaiswaranya, sebagai akibat perkembangan teknologi dan media informasi yang begitu cepat di sekitar lingkungan kita, sehingga pada saat ini widyaiswara bukan lagi merupakan satu-satunya sumber belajar.
Disamping itu, jika dicermati lebih jauh, ada faktor-faktor yang cukup berperan pada diri widyaiswara dalam pengembangan teknologi informasi di lingkungan lembaga diklat. Seringkali widyaiswara dengan alasan klasik “masalah ekonomi”, mereka tidak dapat mengakses informasi dengan cepat. Bagaimana widyaiswara menyikapi perkembangan ini ? seperti telah dijelaskan pada tulisan terdahulu, setidaknya ada tiga kelompok widyaiswara dalam menyikapi hal ini; seperti tidak peduli, menunggu petunjuk, atau cepat menyesuaikan diri.
Kelompok pertama; yaitu widyaiswara yang tidak peduli, dimana seorang widyaiswara yang mempunyai rasa percaya diri berlebihan ([I]over confidence[/I]) barangkali akan berpegang kepada anggapan bahwa sampai kapanpun posisi widyaiswara tidak akan tergantikan.
Kelompok kedua; adalah widyaiswara yang menunggu petunjuk, kelompok inilah yang paling banyak ditemukan di lembaga-lembaga penyelenggara diklat yang mungkin akibat dari kebijakan sistem diklat selama ini.
Kelompok ketiga; adalah widyaiswara yang cepat menyesuaikan diri, artinya sejalan dengan perubahan kurikulum, otonomi dalam pendidikan dan diklat, serta manajemen berbasis lembaga penyelenggara diklat maupun berbasis kompetensi, bukan lagi saatnya bagi widyaiswara untuk selalu menunggu petunjuk, karena widyaiswara adalah tenaga profesional, bukan amatir.
Masalah lain yang ditemui di lembaga-lembaga diklat, mengapa sampai saat ini masih ada widyaiswara yang enggan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dalam mengajar ? Terdapat sekurang-kurangnya 7 alasan untuk tidak menggunakan media pembelajaran, yaitu : (1) menggunakan media itu repot; (2) media pembelajaran itu canggih dan mahal; (3) tidak bisa menggunakannya; (4) media itu dianggap sebagai hiburan, sedangkan belajar itu serius; (5) tidak tersedia sarana dan prasarana untuk menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi informasi; (6) kebiasaan untuk menikmati ceramah/bicara; dan (7) kurangnya penghargaan dari atasan.
Kedua, faktor yang terdapat di lingkungan lembaga diklat. Pada umumnya hambatan dalam penggunaan teknologi informasi di lembaga diklat, antara lain berupa fasilitas teknologi informasi yang tersedia masih terbatas; masih kurangnya pelatihan mengenai teknologi informasi; masih banyak sumber daya manusia yang belum menguasai aplikasi komputer; belum adanya kewajiban menggunakan teknologi informasi dalam mendukung proses pembelajaran mata diklat di lembaga diklat; dan merasa belum diberi pelatihan dalam mengoperasikan komputer; dan adanya sejumlah mata diklat tertentu yang dianggap tidak memerlukan penggunaan teknologi informasi.

Penutup

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi widyaiswara pertanian, terutama dalam rangka menumbuhkan rasa percaya diri ([I]self-confidence[/I]) pada saat membuat dan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Dengan demikian diharapkan, ke depan tidak ada lagi widyaiswara pertanian yang masih merasa “gaptek” karena sesungguhnya kita dapat mencermati makna suatu slogan yang mengatakan ‘barang siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia’.
Semoga…



Referensi

Haag and Keen, 1996. Information Technology: Tomorrow's Advantage Today, Mcgraw-Hill College.
Hepp K., Hinostroza, E., Laval, E., & Rehbein, L. 2004. Technology in Schools: Education, ICT and the Knowledge Society. Diakses dari situs [LINK=http://www1.worldbank.org/education/pdf/ICT_report_oct04a.pdf]http://www1.worldbank.org/education/pdf/ICT_report_oct04a.pdf[/LINK], tanggal 24 Februari 2006.
Martin, 1999. Managing Information Technology: What Managers Need to Know, Prentice-Hall, Inc.
Turban, E., McLean, E., and Wetherbe, J. 2002. Information Technology for Management. Third Edition. USA: John Wiley & Sons.
William and Sawyer, 2003. Using Information Technology: A Practical Introduction to Computers & Communications. Mcgraw-Hill (Tx).

No comments:

Post a Comment